(sumber : Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2004)
calender
Tulisan terbaru
isi blog ku
- Kota kelahiran ku (2)
- lirik lagu fav. (2)
- pengetahuan umum (8)
- tulisan isenk aku (19)
ngobrol bareng..!!
friends list
link
History of piano
Diposting oleh monicha t-wBie 08 di 04.53 1 komentar
Alkisah di Tondano
Sigarlaki : “Ayah…ibu…mengapa kalian cepat sekali meninggalkan aku?” (sambil menangis)
Kini, hidupnya sebatang kara. Ia merasa tidak mempunyai teman untuk berbagi cerita. Ia hanya bisa mencurahkan isi hatinya kepada kijang peliharaannya. Dua tahun setelah kepergiaan ayahnya, Sigarlaki masih tinggal sendiri. Sampai suatu malam….
Limbat : “Permisi, ada orang di dalam?” (sambil mengetuk pintu)
Sigaralaki : “Ya . . . siapa di luar ?” (sambil membuka pintu)
Limbat : “Maaf Tuan, bolehkah saya menginap semalam di sini? Saya tak tahu mau kemana lagi.”
Sigarlaki : ”Ya tentu saja, masuklah…!”
Limbat : “Terimakasih Tuan, terimakasih.”
Keesokan harinya, pemuda itu menceritak asal usulnya. Namnya limbat. Sigarlaki pun mengajak Limbat untuk tinggal di rumahnya.
Sigarlaki : “Kebetulan, saya hidup sendiri di sini. Bagaimana jika kamu tinggal disini saja?” (sambil tersenyum)
Limbat : “Tentu saja. Saya pun bersedia membantu pekerjaan Tuan sehari-hari” (dengan perasaan senang)
Sejak saat itu, Limbat tinggal dirumah Sigarlaki. Mereka tinggal di desa Tombak. Nama desa ini disesuaikan dengan kegemaran seluruh penduduknya yaitu menombak. Semua orang di desa ini suka menombak termasuk Sigarlaki. Ia sangat terkenal dengan keahliannya menombak.
Pagi harinya, Sigarlaki dan limbat pergi berburu ke hutan.
Sigarlaki : “Limbat, ayo kita berburu. Sepertinya kita akan mendapat buruan yang banyak hari ini.” (berharap)
Limbat : “Semoga saja begitu Tuan.”
Mereka merencanakan untuk pergi pergi berburu ke hutan lebat. Menurut penduduk desa, hutan ini terkenal dengan binatang buasnya. Awalnya Limbat menolak ajakan majikannya.
Limbat : “Maaf Tuan, sebaiknya kita tunda samapai besok saja.”
Sigarlaki : “Apa katamu? Tidak mungkin Limbat! Cuaca hari ini bagus. Kita tidak boleh melewatkannya begitu saja. (dengan penuh semangat)
Limbat : ”Ya sudah, terserah Tuan saja.”
Ditengah hutan, mereka terheran-heran. Mereka belum mendapat satu binatang buruan pun. Padahal, kabarnya setiap orang yang berburu di hutan itu pasti mendapat binatang buruan yang banyak.
Sigarlaki : “Huh, sepertinya hari ini aku sedang sial” (kesal)
Limbat : ”Sabarlah Tuan, sebaiknya sekarang kita beristirahat dan berburunya kita lanjutkan besok pagi lagi.”
Sigarlaki : “Iya, kau benar sebaiknya sekarang kita beristirahat.”
Keesokan harinya, Sigarlaki melanjutkan perburuan. Namun, tidak seperti biasanya, Sigarlaki ingin pergi sendiri. Ia tidak ingin ditemani oleh Limbat. Ia menyuruh Limbat menjaga rumah mereka.
Limbat : “Tuan ingin pergi berburu?”
Sigarlaki : ”Ya, tapi aku ingin pergi sendiri saja, kamu tunggu rumah saja.”
Limbat : “Benar Tuan ingin pergi sendirian saja?”
Sigarlaki : “Ya tentu saja, kamu jaga rumah ya. Aku pergi dulu.”
Namun ternyata perburuannya kali ini pun tidak berhasil, sampai pada hari, kemarahan Sigarlaki memuncak. Persediaan daging di rumah mereka hilang dicuri saat mereka tidak berada di rumah. Beberapa saat kemudian, Sigarlaki pulang dari hutan. Ia merasa sangat lapar.
Sigarlaki : “Limbat….Limbat dimana kamu? Aku lapar. Tolong buatkan daging bakar untukku” (sambil berteriak)
Beberapa menit kemudian, Limbat tiba di rumah.
Sigarlaki : “Limbat, dari mana saja kamu?”
Limbat : “Saya mencari kayu bakar di hutan, Tuan.”
Sigarlaki : ”Baiklah. Kita masih punya persediaan daging bukan?”
Limbat : ”Sepertinya begitu, saya akan melihatnya dulu.”
Si Limbat pun menuju gudang persediaan makanan.
Limbat : “Astaga…, mana daging-daging itu? Kenapa sekarang hilang?” (terkejut)
Sigarlaki : ”Apa?! Bagaimana mungkin? Tadi pagi saya lihat persediaan daging kita masih cukup untuk seminggu. Jangan-jangan kamu yang mengambilnya ya? (marah)
Limbat : ”Maafkan saya Tuan. Tapi sungguh Tuan, saya bukan pencurinya.”
(membantah)
Sigarlaki : ”Heh, kalau kamu bukan pencurinya siapa lagi…?!” (membentak)
Limbat : “Tuan percayalah, saya bukan pencurinya, buat apa saya mencuri daging itu Tuan.”
Sigarlaki : “Baiklah, kalau memang kamu bukan pencurinya. Buktikan kepada ku!”
Ternyata Sigarlaki membuat permainan. Permainan ini akan disaksikan banyak orang. Ia pun meminta seluruh penduduk desa menyaksikan permainan itu. Sigarlaki membuat pengumuman.
Sigarlaki : “Wahai saudara-saudaraku, aku minta kalian menjadi saksi atas kebohongan Limbat. Ia telah mencuri persediaan daging di rumah kami sendiri. Tapi ia tidak mengaku. Ia mengatakan pencuri telah masuk ke rumah kami.”
Udin : “Aku tidak percaya Limbat melakukannya” (berteriak)
Ucin : “Ya, aku setuju, mungkin memang benar ada pencuri masuk ke rumahmu.”
Sigarlaki : “Ya, kita liat saja nanti.”
Keesokan harinya, para penduduk telah berkumpul di tepi danau. Mereka penasaran ingin membuktikan perkataan Sigarlaki. Mereka berbincang satu sama lain.
Udin : “Cin, aku yakin si Limbat tidak bersalah.”
Ucin : “Menurutku juga begitu Din.”
Tidak lama kemudian Sigarlaki dan Limbat tiba di tepi danau. Kedatangan mereka disambut sorak sorai penduduk.
Sigarlaki : “Disini, kita akan membuktikan perkataanmu limbat.”
Limbat : “Apa maksudnya, Tuan?” (bingung)
Sigarlaki : “Begini, jika tombak itu muncul duluan, berarti kamu tidak mencuri. Tapi…jika kamu yang muncul duluan, berarti kamu pencurinya.”
Limbat : “Kee…naa…pa syaratnya seperti itu?” (sambil terbata-bata)
Sigarlaki : “Sudahlah turuti saja!” (membentak)
Limbat pun menuruti permintaan majikannya. Ia ingin menunjukan kepada Sigarlaki jika dirinya tidak bersalah. Permainan pun dimulai.
Sigarlaki : “Setelah hitungan ketiga, kamu mulai menyelam.” (sambil menancapkan tombaknya)
Ketika Sigarlaki baru saja akan menancapkan tombaknya, tiba-toba ia melihat seekor babi hutan tengah minum di sudut danau.
Sigarlaki : “Hei… ada babi hutan di sana.(sambil menombak ke arah babi hutan)
Ah tidak kena! sial..!”
Kejadian ini membuat Sigarlaki lalai. Ia harus menerima jika dirinya telah kalah dalam permainan itu.
Acang : “Kamu telah kalah Sigarlaki.” (berteriak)
Sigarlaki : “Ah…, tidak mungkin. Aku belum kalah. Kita harus mengulang lagi dari awal.” (menantang)
Ucin : “Hei…, kamu curang Sigarlaki.”
Sigarlaki : “Diam… kamu, ayo kita ulangi lagi permainannya Limbat.”
Limbat : “Baiklah, terserah Tuan saja.”
Sigarlaki : “Ayo kita mulai dari awal.”
Namun, ternyata kejadian aneh terulang kembali. Ketika Sigarlaki akan menancapkan tombaknya di kolam, seketika itu juga ia merintih kesakitan.
Sigarlaki : “Auww…auww…” (sambil mengangkat tombak)
Rupanya, kepiting besar telah menggigit kaki kanannya. Lagi-lagi Sigarlaki gagal. Limbat pun kembali meraih kemenangan.
Acang : “Horeeeeeeeee……!!” (sambil berteriak)
Sigarlaki : “Maafkan aku Limbat, ternyata aku salah menilai kamu. Aku janji, Aku takkan mengulanginya lagi, maafkan aku ya.”
Limbat : “Tentu Tuan, saya sudah memaafkan Tuan.”
Sigarlaki : “Terimakasih Limbat.”
Sejak kejadian itu, Sigarlaki tidak pernah menuduh Limbat sembarangan. Selanjutnya, mereka tidak pernah saling curiga. Jika ada masalah, mereka selalu mencari penyelesaiannya bersama-sama.
-SELESAI-
Diposting oleh monicha t-wBie 08 di 04.45 1 komentar
clock...
Blog Archive
about me
- monicha t-wBie 08
- Matahari adalah energi hidup dimana teriknya dapat luluhkan rasamu.... saat ia beranjak tertutup awan ribuan tangis kan mengirs hatimu karna ia yang merasuki dan gerakkan ragamu